Kontraspedia – Polisi berhasil menangkap seorang pria berinisial R, yang diduga terlibat sebagai muncikari dalam praktik prostitusi online di sebuah hotel di kawasan Pakubuwono, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penangkapan ini merupakan hasil pengembangan dari investigasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap kasus tersebut. Tersangka R ditangkap di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan tidak sendirian; empat orang lainnya juga turut diamankan dalam operasi tersebut.
Kanit Reskrim Polsek Kebayoran Baru, Kompol Nunu Suparmi, menyampaikan bahwa terdapat lima orang yang diamankan, namun hanya satu yang secara jelas diidentifikasi sebagai muncikari. Informasi mengenai peran empat orang lainnya belum dapat dipastikan, karena mereka masih dalam tahap pemeriksaan lebih lanjut. Nunu mengungkapkan, peran keempat orang tersebut akan didalami lebih lanjut, dan saat ini belum ada rincian yang jelas mengenai fungsi mereka dalam jaringan ini.
Tersangka R diduga bertanggung jawab atas pengumpulan uang hasil dari praktik prostitusi. Diketahui bahwa muncikari tersebut sudah lama beroperasi sebelum remaja menjadi korban eksploitasi di lokasi tersebut. Ia berperan dalam mengumpulkan uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal tersebut.
Sebelum penangkapan ini, Unit Reskrim Polsek Kebayoran Baru telah lebih dulu mengamankan empat orang pelaku lainnya. Mereka diketahui memberikan imbalan kepada dua remaja perempuan dengan bayaran sebesar Rp3,5 juta untuk melayani 70 orang pelanggan. Penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian mengarah pada pengungkapan praktik eksploitasi seksual yang terjadi di hotel tersebut, di mana dua remaja perempuan, AMD (17) dan MAL (19), menjadi korban.
Kompol Nunu menjelaskan bahwa keempat tersangka memiliki peran yang berbeda-beda dalam jaringan ini. Di antara mereka, RA alias A dan MRC alias B berfungsi sebagai admin, sedangkan dua tersangka lainnya, MR alias M dan R, berperan sebagai pengawal atau pengantar bagi para pelanggan. Modus yang digunakan adalah dengan menjebak remaja-remaja tersebut dalam jeratan utang, sehingga mereka merasa terpaksa untuk memenuhi perintah dari keempat tersangka.
Sistem pembayaran yang diterapkan cukup unik, di mana korban harus melayani 70 orang pelanggan untuk mendapatkan imbalan sebesar Rp3,5 juta. Tidak ada batasan waktu yang jelas mengenai berapa lama mereka harus memenuhi jumlah tersebut, yang bisa saja berlangsung selama sebulan atau hanya beberapa hari.
Aksi eksploitasi ini telah berlangsung sejak Oktober 2024, dengan salah satu tersangka yang mempromosikan jasa mereka melalui aplikasi Michat. Jika ada pelanggan yang tertarik, mereka akan diarahkan langsung ke hotel yang telah disepakati sebelumnya. Di hotel tersebut, para tamu akan datang satu per satu, sementara dua orang pelaku bertugas sebagai pengawal.
Tarif yang dikenakan untuk sekali kencan bervariasi, mulai dari Rp250 ribu hingga Rp1,5 juta. Pelanggan yang dilayani berasal dari berbagai kalangan, termasuk warga negara asing dan masyarakat lokal.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa kedua korban berasal dari latar belakang keluarga yang kurang mampu. Salah satu ibu korban mengungkapkan perasaannya yang bersalah karena tidak mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya, yang membuat anaknya terjerumus dalam praktik tersebut.
Keempat pelaku yang terlibat dalam kasus ini telah dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan saat ini ditahan di Polsek Kebayoran Baru. Sementara itu, kedua korban mendapat pendampingan dari Dinas Sosial Jakarta Selatan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa praktik eksploitasi terhadap remaja masih terjadi dan perlu ditangani dengan serius oleh semua pihak.