Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa kebijakan pengenaan pajak terhadap mobil di Thailand lebih kompetitif dibandingkan di Indonesia, khususnya untuk kendaraan yang telah mengadopsi teknologi ramah lingkungan. Hal ini berdampak langsung pada harga jual kendaraan di kedua negara tersebut.
Perbandingan Harga Mobil Ramah Lingkungan
Sebagai contoh, Wuling BinguoEV dijual dengan harga mulai dari Rp 180 jutaan di Thailand, sementara di Indonesia harga yang ditetapkan mencapai Rp 300 jutaan, meskipun mobil ini diproduksi secara lokal di Cikarang, Jawa Barat. Hal serupa juga terjadi pada mobil hybrid seperti Toyota Yaris Cross Hybrid dan Honda CR-V Hybrid. Toyota Yaris Cross Hybrid di Thailand dijual dengan harga sekitar Rp 352 jutaan, sedangkan di Indonesia mencapai Rp 440 jutaan. Begitu pula dengan Honda CR-V Hybrid yang harganya di Indonesia mencapai Rp 814,4 juta, sedangkan di Thailand hanya sekitar Rp 710 juta.
Putu Juli Ardika, Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh pungutan pajak mobil ramah lingkungan yang lebih rendah di Thailand dibandingkan Indonesia. Di Thailand, mobil-mobil dengan emisi rendah atau teknologi ramah lingkungan dikenakan pajak sekitar 7-8%, sementara di Indonesia pajaknya berkisar antara 23 hingga 33%.
Tantangan dan Insentif di Indonesia
Untuk mengatasi permasalahan ini, Putu menyampaikan perlunya pemerintah memberikan insentif yang lebih luas untuk kendaraan ramah lingkungan, tidak hanya untuk Battery Electric Vehicles (BEV) seperti yang sudah diberlakukan saat ini. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 telah membebaskan mobil listrik dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), namun mobil hybrid masih dikenakan PPnBM sebesar 15%. Ini menyebabkan harga mobil hybrid di Indonesia menjadi lebih tinggi dibandingkan di Thailand, yang berdampak pada daya beli konsumen dan adopsi teknologi ramah lingkungan di pasar otomotif nasional.
Perlunya Ekspansi Insentif untuk Low Emission Vehicles
Putu juga menyoroti perlunya ekspansi insentif untuk kendaraan dengan emisi rendah secara lebih luas di Indonesia. Meskipun insentif untuk mobil listrik sudah ada, kendaraan seperti hybrid juga memainkan peran penting dalam mengurangi emisi gas buang. Menurutnya, upaya ini tidak hanya membantu dalam mengurangi emisi karbon dari pembakaran bahan bakar, tetapi juga merangsang migrasi ke teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Dampak Pajak dan Sistem Pendapatan Daerah
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menambahkan bahwa hampir separuh dari harga mobil di Indonesia berasal dari instrumen perpajakan, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Hal ini juga mencakup pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan dari pajak kendaraan bermotor, yang menjadi pertimbangan dalam penentuan kebijakan pajak di tingkat daerah.
Rekomendasi untuk Pemerintah dan Industri
Untuk mengatasi perbedaan harga dan mendorong adopsi mobil ramah lingkungan, diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah dan industri. Salah satunya adalah memberikan insentif pajak yang lebih luas untuk kendaraan dengan teknologi ramah lingkungan, termasuk mobil hybrid. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan serta mendorong pertumbuhan industri otomotif yang berkelanjutan di Indonesia.
Kesimpulan
Perbandingan kebijakan pajak mobil ramah lingkungan antara Indonesia dan Thailand menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal kompetitivitas harga. Meskipun langkah-langkah seperti pembebasan PPnBM untuk mobil listrik sudah diambil, diperlukan langkah lebih lanjut untuk memperluas insentif kepada kendaraan dengan emisi rendah lainnya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi emisi karbon, tetapi juga mendorong inovasi dan investasi di sektor otomotif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.