Kontraspedia – Penyebaran video viral yang memperlihatkan sejumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Raja, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, tengah menggelar pesta sabu dan berpesta sambil mendengarkan musik remik, telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Dalam video tersebut, nampak belasan narapidana pria sedang berjoget-joget di dalam ruang tahanan, sambil menikmati musik yang keras dan sesekali terlihat menggunakan ponsel. Bahkan, beberapa di antaranya tampak sedang mengkonsumsi narkoba jenis sabu.
Namun, pihak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Sumatera Selatan membantah klaim yang beredar di media sosial tersebut. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Sumsel, Mulyadi, menegaskan bahwa tidak ada pesta narkoba yang terjadi di dalam Lapas Tanjung Raja. Menurutnya, video itu sengaja dibuat oleh seorang petugas Lapas berinisial RA, yang bertujuan untuk memeras uang dari narapidana.
Mulyadi menjelaskan bahwa RA, yang dikenal sebagai petugas nakal, memanfaatkan situasi untuk merekam video tersebut dengan dua ponsel dan kemudian mengancam narapidana akan menyebarluaskan video tersebut jika tidak diberikan uang. “Video itu sudah lama direkam dan digunakan untuk mengancam napi. Itu ulah RA, bukan kejadian pesta narkoba,” kata Mulyadi saat memberikan penjelasan pada Jumat (15/11). Ia juga menambahkan bahwa tindakan RA adalah bentuk pemerasan terhadap narapidana, yang sudah beberapa kali melanggar aturan di dalam Lapas Tanjung Raja.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, terungkap bahwa RA adalah seorang pengguna narkoba yang pernah menjalani rehabilitasi dua kali, di Lampung dan Bogor, sejak tahun 2021. Bahkan, meskipun sudah beberapa kali melanggar dan dihukum disiplin berat, RA tetap tidak berubah, dan hasil urinenya terbukti positif mengandung narkoba. “Petugas RA ini memang bermasalah. Karena sudah sering terulang, RA akan dipecat sebagai ASN,” tegas Mulyadi.
Selain masalah dengan RA, Mulyadi juga mengakui adanya kekurangan dalam pengawasan di Lapas Tanjung Raja, yang menyebabkan narapidana dapat mengakses ponsel di dalam sel mereka. Hal ini berujung pada peredaran video yang tidak pantas tersebut. Mulyadi menjelaskan bahwa keterbatasan jumlah petugas di lapas menjadi salah satu faktor lemahnya pengawasan terhadap narapidana. Ia juga menegaskan bahwa jika ditemukan kembali penggunaan ponsel di kalangan narapidana, pihaknya tidak segan-segan untuk menindak tegas dengan mencopot pimpinan Lapas atau Rutan yang bertanggung jawab.
Dalam upaya untuk menangani insiden tersebut, pihak Lapas Tanjung Raja telah melakukan razia di setiap ruang tahanan setelah video viral itu beredar. Petugas berhasil menyita ponsel-ponsel yang dimiliki narapidana dan memberikan sanksi kepada dua orang narapidana yang diketahui merekam video tersebut. Sanksi yang diberikan berupa pencabutan hak bebas bersyarat dan remisi, meskipun kedua napi tersebut hampir bebas bersyarat. Sementara itu, napi lainnya yang terlibat diberi sanksi berupa teguran keras dan dipindahkan ke kamar yang berbeda.
Kepala Pengamanan Lapas Tanjung Raja, Ade Irianto, juga membenarkan bahwa kejadian tersebut sebenarnya terjadi pada akhir Agustus 2024. Namun, video tersebut baru kembali viral setelah diunggah oleh beberapa akun media sosial, salah satunya di grup Facebook Ogan Ilir Memilih Pemimpin. Ade menambahkan bahwa pihaknya sudah menangani kasus ini dengan serius sejak awal, dan terus memastikan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang di masa mendatang.
Insiden ini menjadi sorotan masyarakat karena menyoroti lemahnya pengawasan di dalam lembaga pemasyarakatan, serta adanya oknum petugas yang terlibat dalam tindakan pemerasan dan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, pihak Kemenkum HAM Sumsel berkomitmen untuk melakukan perbaikan dalam pengawasan dan pemberian sanksi tegas terhadap petugas yang melanggar aturan demi menjaga integritas sistem pemasyarakatan di Indonesia.